Anak Kecil Menginspirasi Bai Fang Li
Manusia terkadang bertingkah di luar dugaan. Dan menilai pun terkadang meleset, melihat bentuk fisiknya sih anak muda tinggi besar, atletis ternyata tidak bisa diandalkan baik di keluarga maupun di masyarakat.
Eh, ada orangtua, tua renta, malah ternyata melakukan sesuatu yang dahsyat, memiliki jiwa dermawan yang sangat hebat, tidak pernah mengemis, mendapatkan penghasilan --lebih baik bercucuran keringat-- dengan menarik beca asalkan halal. Itu barangkali prinsip pak tua asal negeri Tirai Bambu ini.
Kakek ini menjalani hidup sebagai tukang becak. Hidupnya sederhana, maklumlah… hanya tukang becak. Namun, jika mempersoalkan semangat kerjanya wow…semangatnya tinggi sekali! Pergi pagi pulang malam mengayuh becak mencari penumpang yang bersedia menggunakan jasanya. Ia tinggal di gubuk sederhana di Tianjin, China.
Kakek si tukang beca ini nyaris tak pernah membeli makanan karena dia --bila rasa lapar datang-- mencarinya dengan cara memulung. Juga dalam hal berpakaian. Memangnya hasil dari menarik beca tidak cukup untuk membeli makanan dan pakaian? Pendapatannya cukup memadai dan sebenarnya bisa membuatnya hidup lebih layak. Namun sang kakek lebih baik menggunakan uang hasil keringatnya untuk disumbangkan kepada yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tak mampu. Bayangkan….
Sumber Gambar: di sini
Bai Fang Li berkesempatan mengantar anak itu ke tempat tinggalnya. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh. Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.Bai Fang Li mulai tergerak untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan sebagai tenaga buruh yang memperoleh upah dari mengangkat belanjaannya pengunjung pasar.
Yang mengherankan Bai Fang Li, si anak tidak menggunakan hasil kerja kerasnya untuk membeli makanan malah memungut makanan di tempat sampah. Padahal untuk mengisi perutnya, uangnya bisa dikatakan cukup. Ketika Bai Fang Li bertanya alasannya kenapa, si anak tak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makan. Akan tetapi uang itu dipergunakannya untuk memberi makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk di mana mereka tinggal. Ternyata, mereka selama ini hidup bergelandang bertiga dan orangtuanya entah di mana.
Hingga akhirnya Bai Fang Li sebagai salah satu donatur yayasan yatim piatu tersebut pada tahun 1986. Tak pernah banyak tuntutan dari Bai fang Li, yang penting ia terus fokus menyumbang terus dan terus hingga pada suatu hari…
Tepatnya, tahun 2001 usianya mencapai 91 tahun. Ia datang ke yayasan itu dengan susah payah karena sudah semakin renta saja fisk dan tenaganya. Bai Fang Li menyampaikan sesuatu pada pihak yayasan. Ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk itupun smabil membawa sumbangan terakhirnya sebesar 500 yuan yang setara dengan 675.000 rupiah.
Total sumbangan Bai Fang Li bila ditambah dengan uang sumbangan terakhir itu, berjumlah 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Disinyalir, baru mengetahui jiwa dermawan ayahnya, Bai Jin Feng, selaku anak merasa kaget sekali.
Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru pada tahun 2005. Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru. Mudah-mudahan ini bisa menjadi pelajaran hidup bagi kita semua untuk saling membantu sesama kita yang kesusahan… []
Eh, ada orangtua, tua renta, malah ternyata melakukan sesuatu yang dahsyat, memiliki jiwa dermawan yang sangat hebat, tidak pernah mengemis, mendapatkan penghasilan --lebih baik bercucuran keringat-- dengan menarik beca asalkan halal. Itu barangkali prinsip pak tua asal negeri Tirai Bambu ini.
Kakek ini menjalani hidup sebagai tukang becak. Hidupnya sederhana, maklumlah… hanya tukang becak. Namun, jika mempersoalkan semangat kerjanya wow…semangatnya tinggi sekali! Pergi pagi pulang malam mengayuh becak mencari penumpang yang bersedia menggunakan jasanya. Ia tinggal di gubuk sederhana di Tianjin, China.
Kakek si tukang beca ini nyaris tak pernah membeli makanan karena dia --bila rasa lapar datang-- mencarinya dengan cara memulung. Juga dalam hal berpakaian. Memangnya hasil dari menarik beca tidak cukup untuk membeli makanan dan pakaian? Pendapatannya cukup memadai dan sebenarnya bisa membuatnya hidup lebih layak. Namun sang kakek lebih baik menggunakan uang hasil keringatnya untuk disumbangkan kepada yayasan yatim piatu yang mengasuh 300-an anak tak mampu. Bayangkan….
Sumber Gambar: di sini
Bai Fang Li berkesempatan mengantar anak itu ke tempat tinggalnya. Setelah itu ia membawa ketiga anak itu ke yayasan yatim piatu di mana di sana ada ratusan anak yang diasuh. Sejak itu Bai Fang Li mengikuti cara si anak, tak menggunakan uang hasil mengayuh becaknya untuk kehidupan sehari-hari melainkan disumbangkan untuk yayasan yatim piatu tersebut.Bai Fang Li mulai tergerak untuk menyumbang yayasan itu ketika usianya menginjak 74 tahun. Saat itu ia tak sengaja melihat seorang anak usia 6 tahunan sebagai tenaga buruh yang memperoleh upah dari mengangkat belanjaannya pengunjung pasar.
Yang mengherankan Bai Fang Li, si anak tidak menggunakan hasil kerja kerasnya untuk membeli makanan malah memungut makanan di tempat sampah. Padahal untuk mengisi perutnya, uangnya bisa dikatakan cukup. Ketika Bai Fang Li bertanya alasannya kenapa, si anak tak mau mengganggu uang hasil jerih payahnya itu untuk membeli makan. Akan tetapi uang itu dipergunakannya untuk memberi makan kedua adiknya yang berusia 3 dan 4 tahun di gubuk di mana mereka tinggal. Ternyata, mereka selama ini hidup bergelandang bertiga dan orangtuanya entah di mana.
Hingga akhirnya Bai Fang Li sebagai salah satu donatur yayasan yatim piatu tersebut pada tahun 1986. Tak pernah banyak tuntutan dari Bai fang Li, yang penting ia terus fokus menyumbang terus dan terus hingga pada suatu hari…
Tepatnya, tahun 2001 usianya mencapai 91 tahun. Ia datang ke yayasan itu dengan susah payah karena sudah semakin renta saja fisk dan tenaganya. Bai Fang Li menyampaikan sesuatu pada pihak yayasan. Ia sudah tak sanggup lagi mengayuh becak karena kesehatannya memburuk itupun smabil membawa sumbangan terakhirnya sebesar 500 yuan yang setara dengan 675.000 rupiah.
Total sumbangan Bai Fang Li bila ditambah dengan uang sumbangan terakhir itu, berjumlah 350.000 yuan atau setara dengan Rp 472,5 juta. Disinyalir, baru mengetahui jiwa dermawan ayahnya, Bai Jin Feng, selaku anak merasa kaget sekali.
Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru pada tahun 2005. Bai Fang Li meninggal setelah terserang sakit kanker paru-paru. Mudah-mudahan ini bisa menjadi pelajaran hidup bagi kita semua untuk saling membantu sesama kita yang kesusahan… []